Kamis, 26 April 2007

Menahan Amarah

Menahan Amarah

Oleh dr.H.K. Suheimi

Amarah selalu membuahkan kekecewaan. Penyesalan yang tak putus-puusnya sering dialami bila seseorang memutuskan sesuatu dengan marah.. Kearahan pulalah yang menimbulkan bermacam-macam penyakit yang tak mudah disembuhkan. Karena marahlah, maka peperangan didunia ini tak bisa di hindari.
Dan marah itu pulah yang hari ini di tayangkan oleh Radio Classy . Maka saya tersentuh sewaktu Radio Classy di gelombang 103.4 berceritra tentang Menahan Amara.
Yanti mengemas ceritra dengan manis sekali, dan Adi membawakanya dengan sangat bagus.
Ceritranya sederhana, bahannya berasal dari Meidi. Meidi sedang melanjutkan pendidikan pasca sarjananya di UNP. Dia suka sekali membongkar-bongkar internet. Banyak ceritra menarik dan penuh makna yang didapatnya, Seperti hari ini dia bertutur tentang marah. Ceritra inilah yang akan saya sampaikan pada pembaca dalam kolom Resonansi Jiwa.

Dahulu kala ada seorang raja yang yang terkenal dengan keberaniannya berburu bersama para sahabat baik. Diikuti para serdadu dan para pelayan, rombongan raja menunggang kuda dengan riang gembira, dilengkapi busur dan panah. Dipergelangan tangan raja, bertengger burung elang kesayangannya. Di zaman itu, burung elang dilatih untuk berburu dan patuh pada perintah majikannya.

Karena cuaca yang sangat panas dan keasyikan berburu, rombongan itu kehabisan persediaan air minum. Sang rajapun mencoba mengitari hutan, karena dia merasa pernah melihat sebuah mata air jernih di sekitar lembah tersebut. Tapi, udara panas musim panas ternyata membuat mata air menjadi kering. Disaat hampir menyerah, tiba-tiba raja melihat air mengalir di tebing batu. Ia yakin , pasti ada mata air diatas sana. Di musim hujan, sebuah air terjun selalu menumpahkan air ke lembah itu. Tapi karena musim panas, yang ada hanyalah tetesan air saja.

Tanpa menunggu lama, ia pun mengeluarkan cangkir perak dari tas berburunya dan menadahkannya untuk menampung tetesan air yang jatuh, dan tentu saja itu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat cangkir itu penuh, rasa haus membuatnya hampir tak sabar. Ketika cangkir hampir penuh, dengan penuh suka cita ia mendekatkan cangkir ke mulutnya, mendadak saja terdengar bunyi desing di udara dan cangkir yang dipegangnya terlempar jatuh.

Rajapun segera melihat keatas untuk mengetahui siapa yang berani berbuat seperti itu , Yang terlihat ternyata burung elang kesayangnya. Si burung elang terbang maju mundur beberapa kali, lalu hinggap pada tebing batu. Raja memungut cangkirnya , dan sekali lagi menadahkannya untuk menampung tetesan air. Kali ini ia tak mau menunggu terlalu lama, ketika cangkirnya setengah penuh, ia mengangkatnya ke mulutnya. Tapi sebelum cangkir menyentuh bibirnya, burung elangnya kembali menyambar dan menjatuhkan cangkir itu dari tangannya. Raja menjadi sangat marah.

"Keterlaluan! Berani sekali kamu melakukan perbuatan seperti ini! Kalau kamu tertangkap, saya akan mematahkan lehermu !" bentaknya.

Sesudah itu, Raja kembali menadahkan cangkirnya, menampung tetesan air. Kali ini, sebelum ia mengangkat cangkir ke mulutnya, Jengis Khan menarik pedangnya dari sarungnya. Dengan mata tajam, ia mengawasi gerak gerik burung elangnya. Ketika si elang kembali menukik, iapun segera mengajunkan pedangnya. Sekali tebas, elang yang malang itu jatuh berlumuran darah ke tanah dan mati di dekat kaki majikannya.

"Inilah hukuman yang pantas kamu terima," kata raja , lalu mencari cangkirnya. Ternyata cangkir itu jatuh di antara dua batu yang tak bisa dijangkaunya.

"aahh … sudahlah , lupakan saja cangkir itu , karena saya pasti bisa ke mata air itu dan minum sepuasnya disana," katanya didalam hati, lalu memanjat tebing batu yang curam menuju mata air yang meneteskan air di atas sana.

Akhirnya, rajapun berhasil mencapai puncak gunung dan melihat genangan air disana. Di saat itu juga, ia melihat sesuatu tergeletak di dalam genangan air, yang tak lain adalah bangkai ular raksasa beracun yang racunnya paling berbahaya. Iapun terdiam dan mematung melihat pemandangan didepannya, rasa haus hilang seketika. Pikirannya langsung melayang ke burung elang kesayangannya yang kini sudah tak bernyawa di bawah sana.

"Burung elang itu telah menyelamatkan nyawa saya, tapi… apa balasanku atas kebaikannya? Dia adalah sahabat terbaikku dan saya membunuhnya." katanya sedih.

Raja lalu menuruni tebing, Ketika sampai disana, ia mengangkat burung elang yang sudah mati itu, lalu dimasukkan kedalam tas berburunya. Melompat ke atas kudanya dan memacunya secepat mungkin untuk segera sampai ke istana. Sambil berkata dalam hati

"Hari ini, saya mendapat pelajaran sedih, pelajaran itu adalah, jangan pernah melakukan apapun di saat marah.,
Agama mengajarkan agar kita mampu menahan marah, dan menyeru agar kita mampu bersabar.

Untuk itu saya teringat akan sebuah Firman suci_Nya dalam Al-Qur'an
Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. 2:153)

Tidak ada komentar: