Minggu, 10 Juni 2007

PAHLAWAN

PAHLAWAN
 
BHISMA adalah seorang pahlawan dalam ceritra Mahabharata dan tadi malam, hari Rabu 12 Oktober 1994 saya menonton  film Mahabharata di TPI, yang mengambarkan saat-saat terakhir dan kematian Pahlawan Eyang Bhisma di Kuru Setra. Semua badan dan anggotanya dipenuhi oleh panah yang tertancap. Enam orang ksatria, Sri Kresna dan lima Pandawa melepas kepergiannya. Yudhistira terisak mencoba menahan tangis, namun air matanya tidak tertahan tercurah menetes membasahi muka Eyang Bhisma. Para pandawa yang lain tertunduk gemas, hanya Sri Kresna yang tabah dan meminta Bhisma untuk berceritra tentang Darma, tentang Karma dan nasehat untuk para cucunya Pandawa. Semua tidak bisa menerima kenyataan pahit itu, dalam nada sedih dan terkejut selepas sore hari.
Kecamuk pertempuran yang bengis, sepanjang siang yang  terik   dan lembab itu. Ribuan kereta hancur dan kuda  mati.  Gajah-gajah  roboh  dan tubuh manusia tidak terhitung  yang  tercencang, remuk, binasa. Kuru Setra   jadi laut darah dengan puluhan gelombang yang bertabrakan  memuncratkan  darah. Dan Bhisma  gugur,  ketika  ia lepas dari pertarungan yang pekat di bukit timur. "Bhisma   gugur," terdengar teriak pertama, seperti  melolong.
Kabar kemudian menjalar beranting ke Kuru Setra yang luas. Pertempuran pun reda, dan orang sadar. Kurawa telah kehilangan   seorang panglima besar, seorang pahlawan. Matahari merendah ke Barat, ketika Arjuna membungkuk  di depan tubuh lawannya laki-laki yang 30 tahun yang lalu,  dengan suara besarnya  yang hangat, sering menimangnya di pangkuan  dan kini  telentang menanti mati. Bhisma. Darah mengalir  deras  dari merihnya.  Tetapi  ada sesuatu yang agung di tubuh tua   yang  kukuh itu,  pria perkasa itu seakan terduduk memandang ke depan  dengan kepala yang terangkat oleh lima anak panah yang menghunjam tembus di lehernya, ia tersenyum. "Arjuna,"   suaranya  serak oleh  darah  di  kerongkongan.
Arjuna bersimpuh, gugup, lalu mencium ujung kaki yang telanjang. Gaduh di sekitar pun redam. Langit dilewati awan.  "Arjuna, terima kasih panah itu telah menjanggaku." Lalu suaranya layu. "Arjuna cucuku. Amba telah menyongsongku. Bukan, bukan  panah prajurit  wanita itu. Di Kuru Setra ini Amba membalas. Aku  selalu tahu  pedih hatinya, setelah bertahun-tahun yang lalu ia  kuculik dari   pria  yang  dicintainya. Aku seharusnya  tidak  menyesal.  Ia kuculik  untuk adikku, agar Wicitawirya bisa menikah dan  sebagai bakal raja, segera memperoleh anak. Tetapi Amba menolak. Kukembalikan   ia pada tunangannya, tetapi pangeran itu meragukan  kesuciannya. Dan Amba mati oleh malu, oleh nestapa, oleh hina cucuku. Dan aku tidak pernah melupakan itu. Memang  kita  harus menjalankan tugas   kewajiban.  Kesatria hanya  tumbuh dalam tugas. Aku menyelesaikan  tugasku, juga  untuk perang  saudara itu, malapetaka ini. Kita bekerja  untuk  rencana besar, cucuku. Tetapi aku juga bertanya-tanya pada saat yang  sama, apa gerangan yang terjadi pada korban dan kesedihan, dan dosa di antara kita."
Arjuna merunduk. Matahari akhirnya terbenam dan Bhisma wafat di hadapan enam kesatria dan di hadapan sebelas bukit   Kuru Setra, dan  Kesatria Pandawa yang membunuh kakeknya itu tahu,  di  senja itu, ia juga merasakan kesangsian.
Dulu waktu kecil saya senang sekali membaca komik Mahabharata  dan  pahlawan yang paling saya sukai itu  adalah  Bhisma  dan Gatotkaca,   karena Bhisma rela menolak tahta  untuk  kebahagiaan ayahnya  dan  berkorban untuk kebahagiaan adiknya  dan  bersumpah untuk tidak kawin, agar jangan sampai mengusik kedudukan   adiknya dan berusaha mencarikan jodoh untuk adiknya walaupun dia  sendiri jatuh hati pada "Amba" yang  diculiknya.
Gatotkaca pun  sangat saya kagumi karena  Gatotkaca  rela terbunuh,  agar  senjata  Konta, senjata sakti  Karna,  tidak  bisa dipergunakan lagi dalam perang Brata Yudha melawan Arjuna.  Dikalangkannya  merihnya untuk melindungi agar pamannya  Arjuna  bisa memenangkan perang Brata Yudha itu. Pengorbanan dan pengorbanan, dan itulah yang tercermin dalam diri  sang pahlawan. Makanya ada yang berkata:   "Pahlawan  padamu kami mengadu,  karena kau lebih mengerti, kepada siapa kita harus mengadu?" Menakjubkan, bahwa pertanyaan yang terdengar sentimentil itu  sering   terucap sekarang ini, di saat  orang  butuh  bantuan, butuh  pertolongan,  butuh seorang pahlawan  dan  kepadanya   kita mengadu.
Tidak semua orang memang bisa jadi pahlawan, juga tidak  semua pahlawan dimaksudkan untuk jadi pahlawan terus menerus. Keberanian,   kata ini dengan cepat melontarkan gambar  hidup tentang  seorang  pahlawan: "Aku berani maka aku  ada."  Sang  hero akhirnya nampak begitu asing dan jauh. Sejarah membuktikan bahwa satu generasi suatu saat selalu menemukan jalannya sendiri untuk memperbaiki keadaan.
Saya  pernah  melihat sebuah karikatur yang terdiri  dari  4 kotak,  seperti  melihat  ceritra komik.  Gambaran  itu  bagaikan sebuah cergam, di mana pada kotak pertama, tampak pejuang   kemerdekaan  mengangkat  bedil. Pada kotak berikutnya  mereka  menang. Pada kotak ketiga, mereka memerintah. Pada kotak keempat  mereka sewenang-wenang, dan kemerdekaan yang dulu diperjuangkan, punah. Untuk   gambaran tokoh yang demikian, saya teringat  Presiden Marcos  yang  memperoleh banyak tanda jasa  dari  perang  grilya melawan   Jepang, tampil sebagai hero. Kemudian ia  jadi  penguasa yang korup. Kita tahu, semua tahu derita nasib yang ditanggungnya  di ujung kehidupannya dan betapa tragis riwayatnya   yang dulu  dipuja-puja sebagai pahlawan, kemudian dikutuk,  diusir dan dimaki dan mati menggenaskan.
Kalau kita  tilik,  kata-kata pahlawan  berasal  dari  kata pahala. Pahlawan adalah orang yang sedang berjuang dan  berkorban untuk  mencari  dan mendapatkan pahala. Jadi   kata-kata  pahlawan berasal dari kata-kata pahala dan merupakan gelar kehormatan yang diperuntukkan bagi mereka yang berjuang dan berkorban untuk mendapatkan  pahala.  Sebagaimana Dermawan  untuk  penderma,  Hartawan untuk orang kaya, Budayawan untuk para budaya.
Jadi  kata-kata  pahlawan bukan diperuntukkan  bagi   mereka yang memperjuangkan kemerdekaan saja, tetapi juga bagi mereka yang mempertahankan  kemerdekaan dan mengisinya dengan perbuatan  yang melahirkan pahala. Dia menempuh jalan mendaki, dia menempuh   jalan yang  sukar. Dikorbankan hartanya,  dikorbankannya jiwanya, dikorbankannya  waktunya,  dikorbankannya rasa   kecintaannya,  dikorbankannya segala-galanya. Untuk apa? Ya, untuk meraih pahala, untuk  mendapat gelar sang Pahlawan. Maka setiap saat kapan saja, di mana saja dan bagi  siapa saja, terbuka kesempatan untuk menjadi pahlawan,   baik dikenal ataupun tidak dikenal.
Cuma pernah ada sindirian Tuhan dalam surat Al Balad. "Jalan   mendaki, tetapi mereka tidak mau menempuh jalan  mendaki  dan lagi sukar. Tahukah engkau apakah jalan mendaki  itu? Kamu  membebaskan orang dari perbudakan, perbudakan   kebodohan, perbudakan  kesengsaraan, perbudakan kemiskinan. Dan  kamu  memberi makan orang-orang miskin di hari-hari kelaparan dan kamu  memberi makan   anak  yatim yang dekat denganmu. Jadi  yang  dapat  pahala lebih  yang  dinobatkan jadi pahlawan adalah  mereka  yang  dapat membebaskan  dan membantu orang dalam kesengsaraan, dalam   penderitaan, dalam kebodohan, membebaskan orang dari beban yang ditanggungnya."
            Untuk para pembaca, di Hari Pahlawan ini, saya  kirimkan sebuah firman suci-Nya: "Tetapi dia tiada menempuh jalan mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? Yaitu melepaskan budak dari perbudakannya. Atau memberi makan di hari kelaparan. Kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat. Atau orang miskin yang sangat fakir." (Surat Al Balad ayat 11-16).
 
 
Ibadah qurban melambangkan tingkat kepasrahan/berserah diri tertinggi hanya kepada Allah dengan segala keikhlasan jiwa dan raga, sekaligus melatih melepaskan berhala-berhala yang mungkin telah kita sembah selain Allah Yang Maha Esa, disadari atau tanpa disadari. Kita tidak mempersembahkan hewan qurban kepada Allah Yang maha Kaya itu, tetapi justru untuk membebaskan diri dari belenggu-belenggu yang telah membuat kita lupa dengan prinsip tunggal kita yaitu Allah Yang maha Esa. Menyembah sesuatu yang sangat kita cintai, seperti kedudukan, uang, harta, nama, keluarga, atau anak, membuat iman kita goyah.
Qurban, bukan berarti Allah melarang kita mencintai anak-anak atau harta kita. Bukankah semua itu fana dan akan hilang? Marilah kita berpikir sejenak. Apabila terlalu mencintai hal itu secara berlebihan, bahkan melebihi cinta kepada Allah Yang Maha Esa, maka ketika semua itu hilang, anda akan kehilangan pegangan. Allah Maha Tahu. 'Idul Qurban justru merupakan perwujudan sifat Allah Yang Maha Melindungi Batin.
 

Ketahuilah bahwa kekayaanmu dan anak-anakmu hanyalah ujian (bagimu) Dan bahwa Allah, pada-Nyalah pahala yang besar

 
Qurban adalah suatu pelatihan untuk mengembalikan diri kita kepada fitrah diri, yaitu Star Principle. Monotheisme, hanya menyembah dan berprinsip kepada Allah Yang Maha Tunggal, tidak ada yang lain. Laa Ilaaha Illallah.
... "Sungguh, kita adalah milik allah, dan kepada-Nya kita kembali"
 
            jelaslah bahwa tujuan hidup manusia di dunia, pada hakekatnya adalah untuk mencari/ mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya bagi kehidupan akhirat.Tingkat manusia di akhirat nanti, akan ditentukan oleh sedikit banyaknya bekal yang dibawa dari dunia. Semakin banyak bekalnya, maka akan semakin tinggi pula tingkat kemuliaannya. Apakah yang dimaksud dengan bekal itu? Jika untuk mencapai kedudukan tinggi di masyarakat kita harus berbekal pendidikan yang cukup, maka untuk mencapai kedudukan tinggi di akhirat nanti, yang kita perlukan adalah pahala.
 
 
Pahala adalah hadiah yang diberikan Allah kepada manusia apabila ia lulus dari ujian yang dihadapinya. Ujian-ujian ini pada dasarnya terletak pada dua jalur, yaitu jalur hablum- minallah dan hablum-minannas. Pada kedua jalur ini, Allah dan rasul-Nya telah menentukan "aturan main" bagaimana manusia harus bersikap. Misalnya saja dalam jalur hablum-minnallah manusia diwajibkan shalat; dan dalam jalur hablum-minannas manusia diwajibkan berbuat baik terhadap sesamanya. Semua "aturan mian" ini tertuang lengkap dalam Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah saw. Lihat lampiran 1 (halaman 461)
 
 
Barang siapa yang dapat tetap patuh melaksanakan " aturan main" ini, dengan niat semata-mata karena Allah, maka ia disebut orang yang bertaqwa. Dan dia akan memperoleh pahala yang kelak akan dirasakan kenikmatannya di akhirat nanti. Jadi dengan perkataan lain, ladang tempat mencari pahala itu terletak pada jalur hablum-minallah dan hablum-minannas,karena pada dua jalur inilah Allah menguji ketaatan manusia mematuhi aturan-aturan yang ditentukan-Nya dalam Al-Qur'an dan Hadits.
 
 
"Siapa yang mengajak ke jalan kebenaran maka ia beroleh pahala sebanyak pahala yang diterima oleh orang- orang yang mengikutinya, tidak kurang sedikit jua pun. Dan siapa yang mengajak ke jalan kesesatan, maka ia beroleh dosa sama banyak dengan orang- orang yang mengikutinya, tidak kurang sedikit jua pun." HR Muslim
 
 
Dengan demikian dapatlah dikatakan, kehidupan di alam dunia ini adalah arena untuk mengumpulkan pahala bagi kehidupan akhirat. Semakin banyak pahala yang berhasil kita raih, maka semakin tinggi pula tingkat kita kelak.
 
 
Mereka diberi pahala dua kali karena kesabarannya. Mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan mereka nafkahkan sebagian dari apa yang Kami berikan kepadaya.
Q.S. 28 Surat Al Qashash (Kisah-kisah) Ayat 54
 
 
Tidak, barangsiapa menyerahkan seluruh dirinya kepada Allah, dan ia berbuat kebaikan, baginya pahala pada Tuhannya. Tiada mereka perlu dikuatirkan, dan tiada mereka berdukacita.
Q.S. 2 Surat al Baqarah (Sapi Betina) Ayat 112
 
Menurut hadits Rasulullah, ada tiga hal yang membuat pahala terus mengalir meskipun kita sudah meninggal dunia. Yaitu : amal jariyah, anak-anak yang shaleh dan ilmu yang bermafnaat. Secara prinsip ini mengandung makan yang luas, yaitu pentingnya :pendelegasian". Amal jariyah dalam arti yang luas adalah sarana dan prasarana dalam bekerja. Anak yang shaleh adalah sumber daya manusia yang berkualitas (SDM), dan ilmu yang bermanfaat adalah iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).
 

Ketahuilah bahwa kekayaanmu dan anak-anakmu hanyalah ujian (bagimu) Dan bahwa Allah, pada-Nyalah pahala yang besar

Tidak ada komentar: