Senin, 04 Juni 2007

PENDEKATAN POSITIF TERHADAP KAUM REMAJA

Oleh Dr.H.K.Suheimi

Ihsan sedang asyik bermain di pekarangan tetangga dan tanpasengaja menyentuh tonggak jemuran, tiba-tiba tali jemuran putus, jemuran terserak. Ihsan takut dan bersama teman-teman melarikan diri. Dalam ketakutan dan kebingungan Ihsan mengadu pada Ibunya."Bu apa yang akan dilakukan bila sedang bermain di halaman oranglain kemudian memutuskan tali jemuran di situ?;" Kamu nampak gelisah" jawab sang ibu. "Ya saya tidak tahu siapa yang memutus­kan tapi ihsan ikut lari". Kata ihsan tampak ketakutan "Kamu takut karenanya ikut-ikutan lari?". "Bukan, tapi ihsan takut dihukum oleh ibuk Bariah". "Kamu takut dihukum ibu Bariah yang jemurannya putus?". "Ya ihsan takut kalau ibu Bariah sudah menemukan bahwa jemurannya putus. Ihsan harus berlaku bagaimana ibu?. Kalau ibu jadi ihsan apa yang akan ibu kerjakan?. "Kalau ibu jadi kamu" kata ibu sambil menjelaskan sesuatu "ibu mungkin mempunyai beberapa pilihan. Pertama. Ibu bisa saja, melupakanya, dan karena bu Bariah tak ada ketika tali jemuran itu putus, ia tak akan tahu siapa yang berbuat. Kedua, ibu akan meminta tolong pada ayah untuk memperbaikinya. Yang ketiga, ibu pergi memberi tahu bu Bariah bahwa ibu telah memutus jemurannya, dan senang bila boleh mencoba memperbaikinya. Ibu Juga akan minta bantuan teman-teman yang ikut bermain menolong. Ibu pikir banyak yang dapat kita kerjakan, tapi terus terang ibu tak tahu manayang harus ibu pilih" Ihsan termenung dan bermenung sambil berfikir.

Ihsan kemudian masuk keruang keluarga dan mencoba nmenonton ­TV. Cukup lama ihsan disitu, tiba-tiba ia bangkit dan keluar . Kira-kira 15 menit kemudian Ihsan masuk rumah setengah berlari. Ia tampak gembira sekali. "Bu Ihsan, memutuskan untuk pergi mene­mui bu Bariah dan mengatakan bahwa Ihsan yang telah memutuskan tali jemurannya. Ihsan minta maaf dan menyatakan akan mencoba memperbaikinya. Tapi Bu Bariah baik sekali Ah jemuran itu memang sering putus. Jangan di kuatirkan. terima kasih karena kamu sudah memberi tahu ibu. Dia baik sekali kan, bu?. Ketika ayahnya pulang, Ihsan yang sudah merasa lega dengan bersemangat berceritra pada ayahnya mengenai kejadian tadi, Ihsan tampak bahagia sekali. Ihsan bangga kepada dirinya. Iamampu membuat keputusan sendiri tanpa dipaksa oleh orang lain. Contoh diatas memperlihatkan bagaiamana orang tua dapat menyo­dorkan beberapa cara pemecahan kepada anak, tapi tanggungjawab untuk memutuskan tetap pada mereka, kalau ada yang dapat merekaterima. Mula-mula ibu Ihsan dengan efektif menggunakan mendengar aktif untuk membantunya mendifinisikan masalah. Kemudian dia akan memilih untuk berperan serta dalam langkah itu.

Mengevaluasi cara pemecahan membuat keputusan tentang manacara yang terbaik dan mengimplementasikan cara pemecahan terse­but. Contohnya menyangkut anak kecil, remaja, ada kalanya orangtua perlu menawarkan contoh-contoh cara pemecahan yang mungkin belum terfikirkan oleh mereka. Kendatipun demikian biasanya lebih baik bila orang tua menunggu lebih dahulu dan melihat dahulu apakah anak-anak sanggup menemukan cara pemecahannya sendiri.

Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa anak-anak adalah manusia juga yang mempunyai kemampuan. Mereka hanyalah anak-anak dan anak-anak sering disejajarkan dengan ke tidak mampuan untuk mengarungi hidup.

Bedanya remaja dan orang tua adalah. Remaja belum pernah mengalami jadi orang tua, sedangkan orang tua pernah menjadi dan mengalami masa ramaja. Makanya remaja tak dapat dipaksa mengala­mi masa tua, namun orang tua harus mengerti perangai remajadengan segala kelebihan dan kekurangannya. Jangan dipaksa remaja untuk bisa mengerti orang tua. tapi justru sebaliknya. Cuma dalam kenyataan sering terlihat orang tua yang memaksakan kehendaknya pada remaja. Pada hal orang tua lah yang semestinya bisa menyesuaikan diri, bukankah orang tua menanggung ragam?

Remaja adalah merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa. Sebagai peralihan seseorang secara berangsur-angsur memperlihatkan ciri-ciri seorang wanita atau lelaki, sampai tercapai kematangan biologik. Jiwanya pun berkembang dari kanak-kanak menjadi dewasa dan sosio-ekonominya pun beralih dari ketergantungan pada orang tua menjadi ber angsur-angsur bebas.

Masalah utama yang di hadapi generasi muda saat ini adalah makin cepatnya datang usia reproduksi. Bila dulu seorang wanita mendapat haid pertama pada usia 17 tahun, maka pada saat ini usia rata-rata seorang mendapat haid pertama adalah 12 tahun. Terlihat bahwa usia datang haid yang pertama cendrung menurun, sedangkan persyaratan untuk kawin semakin berat, sehingga berakibat ialah adanya celah dan jurang yang terbentang antara kematangan sosial dan kematangan seksual. Kalau aktifitas seksual antara generasi muda juga meningkat karena kebutuhan biologiknya harus tersa­lurkan, maka akibatnya jelas lahirnya anak-anak yang tidak berba­pak semakin banyak. Padahal agama kita selalu menjunjung-tinggi hal keturunan ini, siapa bapaknya. Agama selalu menjunjung tinggi kehormatan seseorang, menganjurkan supaya seorang menghormati kehormatan orang lain. Apakah di tubuh ini yang lebih terhormat dari pada kehormatan?. Makanya meletakkan kehormatan di tempat yang terhormat dan dihormati adalah sopan santun dalam agama. Sebaliknya melecehkan kehormatan orang lain dianggap sebagai satu dosa, dosa itu semakin besar bila kehormatan seseorang di jalin dengan kehormatan orang lain, tanpa melalui norma-norma agama, tanpa satu akad dan nikah. Maka perbuatan itu dikutuk dan sangat terkutuk, sehingga yang melakukan perbuatan itupun di kenakan sangsi di dunia dan akhirat.
Maka sering terlihat lahirnya remaja atau calon bapak dan ibu yang belum bisa bertanggung jawab, tapi harus memikul tang­gung jawab.

Sunguh berbeda ketika orang tua melihat tanda-tanda bahaya yang datang. Perilaku yang tidak didapat diterima dan mencemas­kan bermunculan, para remaja mulai berbuat sesuka hati, anak-anak semakin bahagia dengan diri sendiri, orang tua semakin tak berdaya dalam menghadapi konflik yang tiap hari terjadi dengan anak, orang tua mulai tidak berguna dan tidak berdaya dalam menghadapi konflik yang terjadi setiap hari.

Seorang ibu berkata: "Setiap kali saya mengomeli mereka dansaya sadar melakukannya tapi tidak merasa perlu berhenti berbuat demikian. Saya merasa bahwa menjadi ibu berarti siap untuk mengomel sepanjang hari. Apa saja ang membuat anda mengomel?. "Ya Tuhan hampir semua hal" Hal-hal sepele sehari-hari seperti menggosok gigi, cuci kaki sebelum tidur misalnya. Bagaimana perasaan anda?. "Marah sekali. Marah kepada mereka juga marah pada diri kami sendiri".

Mereka berpijak pada persepsi bahwa keadaan sudah tak terkendali serta pada keyakinan bahwa dalam keluarga semestin­ya keributan tak mestinya menjadi menu sehari-hari. Banyak orang tua yang gagal mengambil tindakaan-tindakan pembetulan ketika peingatan-peringatan dini ini muncul. Mereka membenamkan kepala mereka kedalam pasir, dengan harapan bahwa tanda-tanda dan gejala-gejala tadi akan hilang dengan sendirinya. Akhirnya ketidakberdayaan berubah jadi keputusasaan, kekecewaan berubah jadi cara memandang masalah secara salah dan tugas jadi orang tua menjadi suatu beban, bukannya anugerah yang dapat dinikmati.

Bagi sebagian orang tua, segala sesuatu berubah jadi kri­tis, masalah-masalah kecil berubah menjadi serius, konflik-konflik meningkat menjadi pertarungan, kekesalan meningkat menjadi kemarahan yang tak terkendali. Orang tua merasa kehabi­san akal, sementara anak-anak merasa terjajah, adu kekuatan semakin sering. Komunikasi terputus, anak-anak jadi pemberontakatau jadi penyendiri. dalam kasus demikian sering orang tua membawa anak ke psikiater, psikolog atau penasehat keluarga, dengan harapan anak itu dapat dirubah atau dikendalikan "Kejalan yang lurus dan yang benar". Sayang sekali banyak psikolog menkonsentrasikan upaya mereka pada anak sementara usaha membantu orang tua agar mereka juga merubah diri terabai­kan. Banyak orang menunggu terlalu lama sebelum berusaha mendapat pertolongan. Yang umumnya terjadi orang tua mencoba menangani sendiri masalah mereka, sering kali dengan cara coba-coba berdasarkan pengetahuan yang sedikit sekali tentang dinamika hubungan mereka dengan anak-anak.

Rasa prihatin sang ibu karena "Indri tidak hidup dengan cara yang diharapkan" sama dengan rasa prihatin yang dialami oleh ribuan orang tua lain di keluarga dan di seluruh dunia. ketika remaja mereka mulai menganut gaya hidup yang berbeda darigaya hidup orang tua. Perbenturan sikap sistem nilai ini bisa menjadi virus yang ganas bagi kebanyakan keluarga, tanpa ketram­pilan untuk menanganinya secara konstruktif, orang tua tanpa dapat dielakkan akan terlibat dalam pertempuran-pertempuran sengit yang berakhir dengan kekalahan dipihak orang tua. Hubungan diantara mereka hancur, anak-anak tidak lagi mendengar orang tua, mereka hidup tanpa tegur sapa.

Keluhan seorang ibu lain: "Begitu mereka meningkat remaja, disaat saya seharusnya melepaskannya, saya justru semakin ketat. Dengan adanya ancaman bahaya narkotik, minuman keras, seks bebas. Saya merasa bahwa jika saya tidak ketat dan tidak mengawasinya kami akan terjerumus ke masalah berat".

Kebanyakan orang tua tidak paham sejak anak meningkat remaja dan bertubuh makin besar, mengapa kewibawaan orang tua yang sebelumnya berperan sangat baik ketika anak-anak masih kecil, tiba-tiba jadi tidak efektif lagi untuk masalah yang sederhana pun tampaknya orang tua habis kekuasaan. Anak-anak remaja tak mau lagi tunduk kepada orang tua. Ketika menghadapi ulahnya.
Untuk semua itu dituntut orang tua yang mau mengerti tentang remaja yang sedang bertumbuh dan berkembang. Yang sedang bergejolak perangai, bergejolak pertumbuhan dan bergejolak hor­monnya. Gejolak-gejolak dan benturan-benturan inilah yang perlu diperhatikan dan dipahami, sehingga orang tua dapat mengendali­kan dan mengarahkan remaja dalam mencapai cita-cita dan masa depannya.

Untuk semua itu saya teringat sebuah Firman Suci-Nya dalam al-Qur'an surat Al-Kahfi ayat 10 yang artinya:
"Ingatlah ketika orang muda itu berlindung dalam gua, lalu mereka berdo'a :"Ya tuhan kami, berilah kami Rahmat dari sisi-Mu dan siapkan untuk kami petunjuk dalam urusan kami".

Padang. Pangeran Beach 9 Maret 1995
Dibacakan dalam seminar menjadi orang tua efektif

Tidak ada komentar: