Selasa, 08 Mei 2007

MUHAMMAD SI PENCINTA

MUHAMMAD SI PENCINTA

Oleh : Dr.H.K.Suheimi

Muhammad si Pecinta, dia mencintai segalanya. Dia mencintai Tuhannya dengan lurus dan benar, dia mencintai sesamanya dengan penuh kasih dan sayang, dia mencintai musuhnya dengah ihklas, dia mencintai lingkungannya, dia mencintai anak-anak, dia mencintai binatang, dia mencintai tumbuh-tumbuhan. Cintanya telah meluluh lantakkan musuh-musuhnya. Cintanya telah membuat si pembencinya berobah menjadi pengagum dan pengikutnya yang setia. Cintanya telah merobah dendam menjadi kasih. Semua di cintainya, dengan kasih dia berjalan, dengan cinta dia bekerja dan setiap apa yang di kerjakannya dilaksanakan dengan penuh cinta. Cinta tanpa pamrih, cinta tanpa embel-embel, tapi adalah cinta yang lahir dengan rasa tulus dan ihklas. Dia mencintai sekali gus gus dicin­tai, bukan hanya dicintai oleh keluarga dekat, tapi juga dicintai oleh musuh-musuhnya. Sebagai seorang pecinta yang gung dan sebagai seorang pecinta sejati, setiap gerak dan geriknya memancarkan cinta, setiap langkah adalah langkah cinta, setiap perbuatan dilandasi oleh cinta. Lihatlah, matanya bersinar dan berbinar memancarkan cinta, di raut wajahnya membayang cinta, tutur katanya yang halus melahirkan kata yang mengungkapkan rasa cinta, cinta pada semua lebih-lebih lagi cinta kepada ummatnya. Cinta yang lahir dari hati sanubari, bukan cinta yang di poles-poles,
bukan cinta sebagai kewajiban, tidak ada kata-kata wajib dalam cintanya.

Disinilah letak beda antara cinta dan kewajiban. Kewajiban, adakalanya dilakukan dengan rasa terpaksa dan pahit.Tapi kalau karena cinta, jalan dan rintangan yang bagaimana pun sulitnya, akan dihadapi dengan penuh rasa riang dan gembira. Namun dan sebagai seorang pecinta, cintanya itu selalu dan senantiasa dapat ujian, dimana-mana dia di uji, dimana-mana cintanya di pertaruhkan. Dia di uji oleh Allah dan dalam setiap ujian dia selalu lulus, dan setiap datang ujian dari Allah, bukan menjauhkannya dari Allah, tapi semakin dekat dan bertambah dekat.
Suatu hari beliau masuk kekamar puteranya tersayang, Ibrahim, yang sedang dalam buaian maut. Melihat puteranya tercinta itu sedang direnggut maut, cinta dan kasih sayang Muhammad yang meluap-luap itu tidak berdaya kecuali dalam bentuk ucapan singkat disertai deraian air mata, ujarnya :
"Air mata berlinang dan hatipun sedih. Namun kami tidak akan mengucapkan kata-kata yang membikin Tuhan murka."
Ya, itulah cinta Muhammad pada Tuhan dan Penguasanya. Suatu cinta melampaui ukuran manusia biasa. Cinta yang bersumber dari Allah Swt. dan yang akan berpulang kepadaNya. Suatu cinta yang akan membebaskan seseorang dari kemurkaan Kekasihnya Yang Agung. Sudah lama benar Muhammad dimabuk cinta itu, setiap saat rindunya menyala-nyala, penuh gairah dan jujur.
Ucapan ini terlahir karena rasa cintanya yang jauh lebih besar kepada Allah chalik penciptanya. Dalam penderitaan yang demikian berat, tidak terbayang diwajahnya atau tak terlahir dari ucapannya kata-kata penyesalan atau kata-kata umpatan. Dia tak pernah mengumpat sebagaimana dia tidak pernah menyesali keadaan, untuk apa sesal dan kenapa harus menyesali.

Perhatikan pulalah sewaktu beliau di uji di awal penyampaian dakwah ke Taif. Dengan jeruh payah beliau melangkah ke Taif dengan harapan, kiranya penduduk Taif dapat memeluk agama Islam.
Tetapi sesampai di Taif, harapan tinggal harapan, kenyataan yang di temuinya di Taif jauh sekali dari harapannya. Di Taif, bukannya dia disuguhi air dan di hidangkan penganan, tapi di Taif beliau dilempari dengan batu, dia tersandar ke sebuah pagar, dia dicaci dia di maki dan dia di katakan gila. Namun walaupun kenyataan yang ditemuinya tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya dan siksaan yang demikian berat tidak melunturkan dan menggugurkan cintanya pada ummatnya. Bahkan disana dia kembali mendoakan keselamatan ummatnya.
Derita itu tidak dapat menahan rasa sedihnya, lalu berhamburanlah deraian airmatanya, bagaikan batu-batu yang dilemparkan orang itu berjatuhan kedalam sebuah danau yang tenang dan kemudian tiba-tiba airnya bergoncang sehingga menimbulkan arus dan gelombang.
Ya, diri Muhammad dengan semua cinta dan rindunya yang bersarang dalam hatinya, tak berdaya menahan rasa sedihnya. Beliau menengadahkan pandangannya ke langit Tuhan dan kepada kekasihnya itu beliau berucap :
" Kalau engkau tidak murka kepadaku, aku tidak perduli"! Allah maha besar.
Muhammad tidak takut menderita dan sengsara, kecuali kalau ia dimurkai Tuhan. Akan tetapi kalau Tuhan tidak murka kepadanya, tidak marah kepadanya, dipersilahkannya segala derita dan semua tipu-daya serta perbuatan makar orang-orang tolol itu.
" Kalau Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak perduli"!
Dan ketika itu juga, Muhammad menyadari bahwa tidak seharusnya seorang pencinta yang jujur cintanya akan berhenti berkorban hanya karena siksaan dan derita.
Dia sedih dan dia menangis, tapi bukan menangisi dirinya, bukan meratapi penderitaan yang sedang di tanggungnya, tapi dia menangisi ummatnya, kenapa ummatnya begitu, betapa malang dan meruginya ummatnya, sehingga sewaktu ditawari oleh Malaikat untuk menghancurkan orang Taif dengan menimpakan kedua gunung disana, tapi tidak di acuhkan oleh Muhammad, bahkan beliau mendoakan keselamatan orang Taif: "YA Allah ampunilah orang-orang Taif, mwereka berbuat karena mereka tidak tahu". Doa itu terpancar dan terlahir dari rasa cinta yang mendalam kepada ummatnya. karena rasa cinta itu pulalah Taif terselamatkan, sehingga sampai saat ini Taif terkenal sebagai tempat yang subur dan tempat berkembang dan tumbuhnya villa-villa peristirahatan, tempat diadakannya kongres ummat islam sedunia. Semua itu tak lepas dari rasa cinta yang terbit dalam diri Muhammad.
Di kali yang lain cintanya teruji lagi oleh seorang musuhnya yang bernama Daksur mencarinya dengan pedang terhunus. Sewaktu itu beliau tertidur di bawah sebuah pohon, lantas Daksur datang dengan pedangnya, sewaktu pedang hampir sampai ke leher nabi, beliau terbangun, dan waktu itu Daksur membentak :"Hai Muhammad disaat seperti ini siapakah yang dapat menyelamatkanmu?. Dengan tenang dan dengan pancaran cinta di wajahnya, nabi menjawab: "Allahu Akbar". Kalimat ini mengetarkan jiwa Daksur, hatinya tergetar, badannya tergocang dan tangannyapun gemetar, lalu pedang yang terhunuspun jatuh ke tanah. Gantian sekarang Nabi Muhammad lagi yang menghunus pedang, dan berkata :"Nah sekarang siapa pula yang dapat menyelamatkanmu?". "Tidak ada yang bisa menyelamatkanku, kecuali engkau Ya Rasulullah". Jawab Daksur menggigil ketakutan.
Tidak lama kemudian, kebencian yang hendak menerkam dan menyerang itu berubah menjadi cinta yang menyala-nyala. Dan rasa malu atas kelancangannya itu, ditandai dengan deraian air mata menyesal yang keluar dengan deras. Maka kata orang itu :
" Ya, Muhammad ! Demi Allah, ketika saya sedang mencarimu, tak seorang pun dimuka bumi ini yang paling saya benci selain engkau. Dan kini, setelah saya akan pergi meninggalkanmu, tak seorang pun yang paling saya cinta lebih dari engkau."
Apa yang telah dilakukan Muhammad terhadap hati dan jiwa orang itu? Tidak ada apa-apa. Muhammad telah mencintainya dengan sepenuh hati. Maka berguguranlah keangkuhan dibawah telapak kakinya yang agung itu. Dan Muhammad dalam hal ini tidak berpura-pura cinta. Dan tidak pula memaksa-maksa cinta. Akan tetapi cinta Muhammad itu sendiri yang memaksanya!. Hati Muhammad selalu terbuka untuk semua orang. Untuk kawan dan lawan. Ketika orang itu dekat dengan Muhammad, pancaran sinar yang keluar dari hatinya yang besar itu telah menyentuhnya.
Setiap orang sombong melihat sinar kasihnya, segera gugur dihada­pannya. Berapa banyak mereka yang datang hendak memaki, hendak membujuk agar melepaskan agama beliau. Tapi begitu pandangan mereka bertemu dengan mata beliau yang penuh dengan pancaran sinar kasih, tiba-tiba mereka menyerah tanpa syarat dan masuk kedalam agama Islam dengan penuh gembira. Diantara mereka ialah Umar bin Khattab. Bukankan ia menemui beliau dengan menyandang sebilah pedang dipinggang, sementara orang berlompatan mencari tempat aman untuk menyaksikan peristiwa yang akan terjadi ? Akan tetapi Umar yang agung ini luluh dihadapannya, seperti tetesan air yang terhisap oleh sepotong gula. Ia malah luluh sebelum
kedua matanya berpautan dengan mata Muhammad. Ia telah menyerah kalah, ketika kedua matanya melihat beberapa buah ayat Qur'an yang dibacanya, dimana didalamnya tersimpul detak cintanya, kemurnian jiwanya dan semangat persaudaraannya.
Apabila cinta Muhammad itu menyentuh seseorang, maka betapa terasa hangat dan jujurnya. Seperti halnya suatu cinta suci yang mesra dan agung.
Sebenarnya Muhammad cinta terhadap semua orang. Beliau telah mendapat amanat, kata-kata kebajikan, hidayat dan kemenangan. Karena dorongan rasa cintanya pada semua orang itulah, beliau menyampaikan kata-kata hidayat itu kepada semuanya. Dan Allah telah menyambut permohonannya. Atau katakanlah, Allah Swt. telah memilih dia sesuai dengan kehendak dan iradatNya, dan mengutus ia untuk segenap umat manusia.
Dengan demikian, karena risalahnya untuk umat manusia, maka tanggung jawab cintanya menjadi tuntutan seluruh manusia. Bahwa seseorang yang mencintai orang lain dengan cinta suci, pastilah ia kan bertanggung jawab atas hari depan orang-orang yang dicin­tainya. Begitulah Muhammad telah memikul tanggung jawab cintanya yang besar itu. Beliau tidak mencintai keluarga dekatnya semata.
Beliau tidak hanya mencintai bangsa Arab saja. Tetapi, beliau mencintai semua orang didunia. Lantaran itulah wajib baginya untuk menyandang tanggung jawab terhadap semua umat manusia. Dan itulah yang dimaksudkan bahwa risalahnya untuk seluruh alam.
Telah bersabda si pencinta mesra sejati itu :
" Aku diutus kepada yang merah dan yang hitam."

Patut kita renungkan, satu peristiwa ketika beliau menyambut musuh bebuyutan yang paling ganas, yakni kaum Quraisy. Kaum ini telah menyiksa, membuat beliau sengsara dan menderita, bahkan mereka mengusir dan hendak membunuhnya dengan makar yang keji.
Akan tetapi begitu beliau memasuki kota Mekkah dengan kemenangan gilang gemilang, pada saat itu Muhammad bersabda kepada para bekas musuhnya yang paling jahat, yang berdiri tunduk dihadapannya untuk menerima balasan yang hendak beliau berikan. Tiba-tiba terdengar kata-kata penuh kebijakan dari Muhammad untuk mereka : "Pergilah kalian semua ! Kalian bebas semua !"
Beliau memang pernah membenci mereka, yaitu ketika mereka menjadi kaki tangan dan berusaha keras memadamkan cahaya Tuhan, ketika mereka melawan kebenaran dan kebajikan. Tapi sesudah kekuatan dan kesombongan mereka hancur luluh dan tidak berarti lagi terhadap kehidupan islam, maka hilang pula kebencian Muhammad terhadap mereka. Seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu apa pun.
Karena sengketa merupakan musuh terhadap pelestarian cinta dan eratnya persaudaraan, maka Muhammad telah melarang dan memperin­gatkan bahwa tidak halal bagi seseorang yang memencilkan sudaran ya lebih dari tiga hari. Bahkan pemutusan hubungan itu apabila berkepanjangan, akan mirip halnya seperti kasus pembunuhan.

Perhatikan hadist yang agung dibawah ini :
"Barang siapa yang memencilkan saudaranya selama setahun samalah artinya dengan menumpahkan darah saudaranya."
Pemutusan hubungan menurut ajaran Muhammad serupa dengan kejaha­tan pembunuhan, karena ia merupakan ancaman terhadap hajat hidup yang paling terhormat, yakni cinta.! Rasulullah saw. bersabda:
" Cukup besar dosa anda selama anda tetap bermusuh-musuhan."
Karena sengketa itu biasanya bermula dari tuding dan debat kusir, maka Rsulullah saw. berusaha keras membersihkan persaudaraan dari pencemaran hal-hal tersebut.
Cara-cara lainya untuk mengabadikan rasa cinta itu ialah bertenggang rasa, memperhatikan alasan orang lain serta saling memaafkan kesalahan. Muhammad tidak ingin menjadikan kesalahan orang sebagai alasan untuk menghancurkan cinta. Sabdanya :
" Barang siapa menerima penyesalan orang, Allah akan menghapus dosa dirinya di hari kiamat, "
" Barang siapa yang didatangi saudaranya untuk berbaikan-artinya memohon maaf- hendaknya diterima, entah maksudnya itu benar ataupun tidak benar. Kalau ia tidak menerimanya, maka ia tidak suka aku memperoleh al-Wudh.1 )"

Orang bersikap demikian itu digambarkan sebagai sejahat-jahat makhluk dan sebagai manusia yang paling dalam tergelincir ke relung kejahatan. Disebutkan oleh Nabi bahwa golongan itu adalah:
" Mereka tidak suka menerima kealpaan orang lain, tidak mau mener­ima alasan orang lain dan tidak sudi memaafkan kesalahan orang !"
Itulah dia Muhammah. Beliau telah mencintai cinta dan telah memahami nilai dan perannya dalam kehidupan umat manusia. Beliau bicara tentang cinta dengan tepat dan seluruh kehidupannya dipadati rasa cinta sejati.
Di penghujung kehidupannya, disaat-saat akan menemui ajalnya terlihat lagi betapa cintanya pada Ummatnya :"Ummati, Ummati, Ummati". Hanya ummatnya yang jadi buah bibirnya. Dijamin keselamatannya, barang siapa diantara kamu yang berpegang teguh pada 2 hal yaitu Al-Qur'an dan Sunnahku.

Tidak ada komentar: