Selasa, 29 Mei 2007

N U R H A M A

N U R H A M A
Oleh : Dr.H.K.Suheimi
Saya cium wajah itu, wajah ibu, wajah yang sudah kaku, wajah
yang sudah di bungkus kain kafan. Wajah itu lembut, wajah yang
dulu sering menciumku dan sering saya cium. Kali ini wajah itu
tak lagi bergerak dingin nemun tercium harum dan sangat wangi,
sangat wangi...sekali. Saya peluk erat seakan-akan tak ingin
kulepaskan. Saya tatap dia dengan sepuas hati, walau dia tak bisa
lagi menatapku. Saya bisikkan rasa rindu dan haru namun dia tak
mendengar lagi bisikkan itu. Saya usap bibir yang bisanya sering
komat kamit, tapi bibir itupun membisu. Saya seru namanya,
ibu......, namun tak ada jawaban. Ya Allah terimalah ibuku, orang
yang paling baik di dunia ini, satu-satunya yang paling berharga
dalam hidupku. Disaat aku bisa memandang ibu dengan sepuas-puas
nya, ketika itu ibu tak bisa memandangku lagi. Disaat aku ingin
berbisik dengan segenap duka, disaat itu dia tak bisa berbisik
padaku lagi. Seperti dulu disaat kami sering berbisik disaat
beliau sering mengajarku. Ibu adalah segalanya bagiku, tapi kini
beliau telah tiada, Tuhan telah memanggilnya kembali.
Saya cium wajah itu kembali disaat ibu itu ada di lobang
lahat, ketika saya menguburkannya. Ketika kain kafannya di buka
dan pipinya harus di cecahkan ketanah. Saya tak tahan wajah ibu
yang sangat saya cintai itu saya cium untuk yang terakhr kalinya,
kerna mulai detik itu, tak akan bisa ku tatap wajah itu lagi.
Itulah yang terakhir perpisahan kami, ciuman di lobang lahat.
Lunglai tangan saya ketika harus menimbunkan tanah kering ketubuh
ibu tercinta, habis daya saya ketika ibu tertutup papan dan di
timbun tanah. Tergiang kembali lagu yang sering di nyanyikan
beliau sewaktu menidurkan saya.
Dulu dibadung di pangku,Dibuaikan ibuku
Bila daku tertidur,di selimutinya
Nasi dipipis dilumatkan, dibimbingnya berjalan
Diajarnya, berkata, kasih sayang ibu.
Tapi kini hanya, kulihat pusaranya
Tertegak batu mejan, tempat ibuku berbaring
Pahit getir ibu, tak dapat kutanggungkan
Kunanti sampai pulang, akhir hayat ku temukan
yanyian itu mengiang kembali, seakan ibu itu hidup lagi,
seakan dia datang lagi, dan kamipun seakan tak rela melepasnya
pergi, saya tergoda, namun wajah itu telah tiada.

Pergilah ibu. engkau memenuhi janjimu, Engkau menemui
Chalik yang kau cintai. Hari ini ibu berpuasa, puasa bulan rajab.
Sudah beberapa hari sebelumnya beliau berpuasa. tadi malam
shalat tahjud. Dan pagi ini seusai menjemur kain beliau menja­
hit baju si ronal cucunya.
Tanpa diduga beliau berteriak Lailahaillallah. teriakkan itu
menyebabkan adik saya Sulastri terkejut melihat ibu memegang
kepala karena sakit yang sangat hebat. Tiba-tiba beliau muntah,
lalu tak sadar diri. Saya datang, dipandangnya saya sekejap, dan
itulah pandangan yang terakhir kalinya. Sewaktu saya larikan ke I
C U, nyawanya tak tertolong lagi "Innalillahi wainna ilahi Ra­
jiun"
Ya Allah terimalah ibu kami yang tercinta, beliau mencintai
kami tapi lebih mencintai_Mu. Karena dalam sakit dalam sendiri
dia menyebut nama_Mu. Ya Allah tempatkanlah ibu kami ke tempat
yang semulia-mulianya, ke tempat yang sebahagia-bahagianya. Dia
selalu berbuat baik dan suka melapangkan orang lain. Lapangkan
pulalah syorga untuknya.
Saya sadar ibu memulai memasuki hidupnya yang kedua hidup
yang terakhir kali yang tak akan ada lagi mati sesudah hidup yang
kedua itu. Sebagai di katakan oleh Allah dalam surat al baqarah
bahwa manusia itu mati dua kali dan hidup dua kali. Dulunya kamu
mati, kemudian di hidupkan, lalu di matikan untuk kemudian di
hidupkan untuk selamanya dan kepada Allah tempat kembalimu. Saya
saksikan ibu dalam keadaan rela pasrah dan ikhlas memasuki hi­
dupnya yang kedua. Saya berbisik selamat menempuh dan memasuki
hidup yang terang cemerlang di syorga sana wahai ibu kami yang
tercinta "Hajjah Nurhama". Kepergian beliau yang tenang mengin­
gatkan saya akan ayat yang terakhir dalam surat fajar.
"Wahai jiwa yang tentram, kembalilah pada Tuhanmu dalam
keadaan Redha dan di redhai. Masuklah kedalam golongan hamba-Ku
dan masuklah kedalam syorgaKU"
P a d a n g, di hari duka 2 desember 1995

Tidak ada komentar: